Minggu, 14 Juli 2013

SPP (Sudut, Pinggir, dan Pojok)

Assalamu'alaikum
Salam Merah!
Tulisan berikut ini berisikan tentang sesuatu yang berhubungan dengan "sudut, pinggir, dan pojok", atau kata-kata lain yang kira-kira artinya memiliki kesamaan makna dengan kata-kata tersebut.
Bagi yang berminat silakan baca. Bagi yang tidak...
hmm.. baca aja, dikit kok.

Langsung saja

_______________________

Pengertian "sudut, pinggir, atau pojok" yang dimaksud dalam tulisan ini adalah suatu tempat yang berada pada tempat paling ujung. Jika diberi imbuhan ter dan kan, maka akan menjadi "tersudutkan", "terpojokkan" yang kira-kira artinya adalah suatu kondisi dimana suatu hal atau suatu benda berada pada tempat atau keadaan "terpinggirkan". Yah walaupun artinya agak sedikit maksa tapi saya yakin anda semua sudah mengerti makna dari kata-kata tersebut.

Setiap orang normal pasti tidak akan suka berada pada kondisi tersudutkan. Yang perlu digaris bawahi adalah kata "setiap orang normal". Ga tau tuh, soalnya ada beberapa "orang yang tidak normal" di dunia ini yang menyukai dirinya berada pada kondisi "terpojokkan", alasannya mungkin demi sebuah popularitas, atau karena menyukai tantangan. Yang jelas di sini saya hanya akan membahas pada kondisi normal saja.

Hal yang menyebabkan seseorang berada pada kondisi "terpojokkan" biasanya disebabkan karena orang tersebut memiliki kesalahan, atau karena bertindak di luar kelakuan normal (aneh), atau karena memiliki perbedaan point of view dengan orang yang "memojokkan".

Kucing yang tersudutkan

Jika suatu benda diletakkan di pinggiran atau di pojokan, maka benda tersebut akan memiliki ruang gerak yang terbatas, bahkan sama sekali tidak bisa bergerak. Hal inilah yang menyebabkan seseorang juga tidak akan suka pada kondisi tersudutkan atau terpojokkan. Pada kondisi tersebut, seseorang yang "terpojokkan"
akan mengalami ruang gerak yang terbatas untuk mengekspresikan dirinya, bahkan akan di judge sebagai orang yang salah, bahkan tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan dirinya. Bahasa kasarnya "Lu tuh salah! Jadi diem aja! mending introspeksi diri!"

Memang benar, semua hal yang ada di dunia ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuan tertentu, salah satunya kondisi terpojokkan di atas. Karena pada kondisi tersebut seseorang akan bisa mengintrospeksi dirinya, sehingga dapat memperbaiki dirinya. Akan tetapi, hal yang juga harus kita perhatikan adalah jangan sampai kita terlalu berlebihan dalam menciptakan kondisi terpojokkan tersebut. Apalagi hal itu dilakukan berlarut-larut dalam waktu lama dengan sengaja. Bahasa gaul anak sekarang "nyinyir". Nyinyir itu justru akan menciptakan kondisi tidak nyaman yang akan berujung pada ghibah bahkan lebih parahnya lagi adalah fitnah.

Apa gunanya membuat orang lain, teman, bahkan saudara kita berada pada kondisi tersebut, merasa tersudutkan, terpinggirkan, atau terpojokkan yang mana hal tersebut kita lakukan hanya untuk memenuhi kepuasan pribadi?

Setiap manusia pasti mempunyai kesalahan, kesalahan tersebut dapat diperbaiki, salah satu caranya adalah dengan menasehati orang tersebut tanpa memojokkannya. Tanpa merasa diri kita paling benar, tanpa merasa diri kita paling suci. Apalagi kalau kondisi terpojokkan itu disebabkan karena perbedaan point of view, tentu ceritanya akan beda lagi.

Oleh karena itu marilah kita (orang yang memojokkan ataupun yang terpojokkan) memperbaiki dirinya agar menjadi pribadi yang lebih baik. Tanpa harus menyakiti perasaan orang lain.

"Awanpun tak selalu putih bukan? Tapi ia punya cara tuk jernihkan dirinya" - Red Renjer

_______________________

Sekian tulisan saya, semoga anda yang membaca tulisan ini tidak merasa memojokkan atau terpojokkan. Tulisan ini murni untuk sekedar mengingatkan saja, Insya Alah..
Jika ada kata-kata yang kurang berkenan, saya minta maaf
wassalamu'alaikum

(ttd: Merah bukanlah api, merah bukanlah darah, tapi merah itu Si Renjer Merah)

Kamis, 11 Juli 2013

Sudut Kota

Heran...
melihatnya tumbuh mekar
keindahan yang tetap terpancar
walau di tempat yang tak wajar

mawar di tepi jurang.....

Heran...
mendengarnya tetap berkelakar
suara berisik tanpa gentar
walau di bawah langit tanpa sinar

jangkrik di balik ilalang.....

Di balik meja sana
mereka berkata "itu sudah sewajarnya"
mereka bergumam "itu sudah semestinya"
ah sudahlah...














Terlihat anak-anak tikus berkeliaran
berusaha temukan kunci sabar yang mereka idamkan
hadapi masalah tanpa sungkan
walau itu datang menggorok lehernya
walau itu datang menikam jantungnya
setidaknya mereka bukan penakut
setidaknya mereka bukan pengecut

Kerbau tua yang lusuh datang dengan loncengnya
terlihat sombong selamatkan duka mereka
bagaikan iblis berhati mulia

Tapi mereka tetap berguman
"itu sudah sewajarnya"
"itu sudah semestinya"

Tentu saja itu buatku geram
tumpahkan amarah yang ku pendam
dendam?
ah sudahlah...

Usai sudah kata-kataku
selesai sudah untaian kalimat ku

Jangan heran..
Ini hanya kata kasar yang disamarkan lewat sajak
yang berusaha menarik hati ribuan khalayak
apakah sudah sewajarnya?
sudah semestinya?

Barangkali masih tersisa pelangi indah di atas sana

by : Red Renjer

Selasa, 09 Juli 2013

Kursi Kelas Satu

Mari kuceritakan padamu
tentang kursi kelas satu
tempat teratas yang sering kududuki
tempat tertinggi yang selalu ku singgahi

Di atas kursi kelas satu
aku merasa megah, aku merasa indah, dan aku merasa gagah
ku senantiasa menatap rendah
memandangi keluhan berbagai wajah
tanpa peduli apa yang mereka papah

Di tempat ini..
aku bukanlah perwira biasa
aku juga tak pantas disebut panglima
karena disini, akulah sang raja
raja yang meludahi muka mereka, si rakyat jelata
atau merampas harga diri para sahaya.
















Tahukah kau, apa itu kursi kelas satu?
itulah singgasanaku…
tempat ketika aku merasa paling kuat
tempat dimana aku merasa paling hebat…

Di tempat inilah, kepalaku dibesarkan
di tempat inilah, dadaku dibusungkan..

Tapi, seseorang berkata…
Hei kawan..
kursi itu tak seindah yang kau pikirkan..
ia adalah tempat yang akan menjatahimu dengan berbagai laknat
dan ia adalah tempat yang akan menjatuhkanmu di akhirat

Tempat itu bukan milikmu!
Tak pantas kau memilikinya!
Karena kursi kelas satu, hanyalah milik-Nya


by : Red Renjer